Militer menerima pendidikan dan pelatihan yang ditujukan untuk mempersiapkan perang.
Proses revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Terkait TNI masih terus berlangsung, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) beberapa waktu lalu menggelar rapat dengar pendapat publik mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU 34/2004.
Dalam kesempatan itu, Kababinkum TNI, Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro mengusulkan agar Pasal 39 UU 34/2004 yang melarang prajurit TNI terlibat dalam kegiatan usaha dicabut. Sebab dalam praktiknya, ada prajurit yang berprofesi sebagai pengusaha. Pernyataan Kababinkum tersebut menuai kritik pedas dari masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, menilai pendapat tersebut keliru dan mencerminkan kemunduran. Militer mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang ditujukan sebagai persiapan perang. Tugas dan fungsi militer yang sebenarnya adalah menghadapi perang dan sektor pertahanan. Itu merupakan tugas mulia dan sumber kebanggaan sebagai seorang prajurit.
“Prajurit TNI dipersiapkan untuk profesional sepenuhnya di bidangnya, bukan untuk berbisnis,” tegasnya saat dikonfirmasi, Rabu (17/7/2024).
Baca juga:
Hussein menegaskan, militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik karena mengganggu profesionalisme dan menurunkan harga diri sebagai prajurit. Pembukaan peluang bisnis bagi militer berdampak pada disorientasi tugas dalam menjaga kedaulatan negara.
Pencabutan larangan usaha dalam UU 34/2004 tidak hanya berdampak pada melemahnya profesionalisme militer, tetapi juga upaya militer dalam menjaga pertahanan dan kedaulatan negara menjadi kendor. Hal ini dikarenakan tugas yang diemban semakin banyak dan jauh dari ranah pertahanan dan keamanan.
Sumber: hukumonline
Source link