Ketika seseorang mengalami kerugian akibat tindakan orang lain, timbul pertanyaan: apakah ada dasar hukum untuk meminta pertanggungjawaban? Jawabannya terletak dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang sering menjadi senjata utama dalam gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum (PMH).
Pasal ini berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu untuk mengganti kerugian tersebut.” Kalimat ini terdengar sederhana, tetapi penerapannya dalam praktik hukum sangat luas dan terus berkembang.
Banyak orang mungkin berpikir bahwa tanggung jawab hukum hanya timbul dari perjanjian tertulis. Namun, Pasal 1365 membuktikan sebaliknya: seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang merugikan orang lain, meskipun tidak ada kontrak yang mengikat mereka.
Perbuatan melawan hukum bukan hanya tentang mencuri atau merusak barang orang lain. Pengertiannya lebih luas, mencakup segala perbuatan yang melanggar hukum, hak orang lain, kepatutan, atau ketertiban umum.
Dalam beberapa kasus, bahkan kelalaian bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum jika menyebabkan kerugian. Misalnya, pemilik gedung yang tidak merawat fasilitasnya hingga mengakibatkan kecelakaan bisa digugat berdasarkan pasal ini.
Ada empat unsur utama yang harus dipenuhi untuk membuktikan perbuatan melawan hukum:
1. Adanya perbuatan (baik tindakan maupun kelalaian).
2. Perbuatan tersebut melanggar hukum (bisa berupa pelanggaran undang-undang, hak orang lain, atau norma sosial).
3. Adanya kerugian yang diderita korban (bisa berupa kerugian materiil maupun immateriil).
4. Adanya hubungan sebab-akibat antara perbuatan dan kerugian (tanpa perbuatan tersebut, kerugian tidak akan terjadi).
Jika keempat unsur ini terpenuhi, maka korban berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh ganti rugi.
Penerapan Pasal 1365 sangat fleksibel dan dapat digunakan dalam berbagai kasus. Beberapa contoh menarik dalam praktik hukum Indonesia antara lain:
– Sengketa lingkungan: Ketika sebuah perusahaan membuang limbah beracun ke sungai dan menyebabkan pencemaran yang merugikan masyarakat sekitar, mereka bisa digugat berdasarkan perbuatan melawan hukum. Contoh kasus seperti ini sering muncul di pengadilan, terutama terkait dengan industri besar yang berdampak pada lingkungan.
– Pencemaran nama baik: Dalam era digital, kasus seperti ini semakin sering terjadi. Jika seseorang menyebarkan informasi palsu yang merusak reputasi orang lain, pihak yang dirugikan bisa mengajukan gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365, selain juga kemungkinan tuntutan pidana.
– Malpraktik medis: Jika seorang dokter atau rumah sakit melakukan tindakan yang tidak sesuai standar medis dan menyebabkan kerugian bagi pasien, mereka bisa dimintai pertanggungjawaban berdasarkan pasal ini. Dalam banyak kasus, pengadilan memutuskan bahwa pasien berhak atas kompensasi atas kesalahan medis yang merugikan kesehatan mereka.
Hukum selalu berkembang, termasuk dalam penafsiran mengenai perbuatan melawan hukum. Dulu, penafsiran terbatas pada melanggar undang-undang tertulis, tetapi kini cakupannya lebih luas, termasuk melanggar hak orang lain, kepatutan, dan norma-norma sosial.
Salah satu putusan penting dalam sejarah hukum Indonesia adalah Putusan Mahkamah Agung No. 2733 K/Pdt/1989, yang menegaskan bahwa perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup pelanggaran terhadap aturan tertulis, tetapi juga melanggar hak-hak yang seharusnya dihormati dalam masyarakat.
Hal ini sejalan dengan pendapat ahli hukum terkemuka, Sudikno Mertokusumo, yang menyatakan bahwa “Hukum tidak hanya soal aturan tertulis, tetapi juga tentang kepatutan dan keadilan yang berkembang dalam masyarakat.”
Meskipun Pasal 1365 tampaknya memberikan jalan bagi siapa saja untuk menggugat jika merasa dirugikan, tidak semua kerugian dapat diklaim sebagai perbuatan melawan hukum. Ada batasan yang perlu diperhatikan:
– Kerugian harus nyata dan dapat dibuktikan. Misalnya, jika seseorang hanya merasa “tidak nyaman” dengan tindakan orang lain tetapi tidak mengalami kerugian nyata, maka sulit untuk mengajukan gugatan.
– Harus ada hubungan sebab-akibat yang jelas. Jika seseorang mengalami kerugian karena faktor lain yang tidak berhubungan dengan tindakan tergugat, maka gugatan bisa ditolak.
Misalnya, seseorang yang kehilangan pelanggan karena munculnya pesaing bisnis tidak bisa serta-merta menggugat pesaingnya berdasarkan Pasal 1365. Kompetisi bisnis yang sehat bukanlah perbuatan melawan hukum, kecuali pesaing tersebut melakukan tindakan curang seperti menyebarkan fitnah atau melakukan praktik monopoli ilegal.
Pasal 1365 KUHPerdata tetap menjadi dasar yang relevan dalam hukum perdata Indonesia. Ia memberikan perlindungan bagi pihak yang mengalami kerugian akibat tindakan orang lain, tetapi juga memiliki batasan yang menghindari penyalahgunaan hukum.
Dalam perkembangannya, perbuatan melawan hukum tidak lagi hanya tentang pelanggaran aturan tertulis, tetapi juga mencakup kepatutan, keadilan, dan hak asasi manusia. Ini menunjukkan bahwa hukum tidak statis, tetapi terus beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat.
Sebagaimana dikatakan oleh Roscoe Pound, seorang filsuf hukum, “Hukum harus berfungsi sebagai alat untuk mencapai keadilan dalam kehidupan sosial.” Dengan kata lain, Pasal 1365 bukan hanya soal ganti rugi, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan dan keadilan dalam masyarakat.
Dengan semakin kompleksnya kehidupan modern, penerapan Pasal 1365 akan terus berkembang, menjadi medan perdebatan di pengadilan, dan pada akhirnya—menjadi cerminan dari bagaimana hukum bekerja untuk melindungi hak-hak masyarakat.