Bukan hanya memberi tanda bahwa pemerintah tidak serius dalam memberantas korupsi, namun juga akan semakin membuka peluang terjadinya korupsi di sektor sumber daya alam (SDA).
Dalam kunjungannya ke Universitas Al-Azhar Mesir beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto menyatakan pemerintah akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang yang dicurinya, dan pengembaliannya juga bisa dilakukan secara diam-diam. Pernyataan Presiden Prabowo menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, salah satunya pemerhati lingkungan hidup.
Pendiri Indonesia Climate Justice Literacy (ICJL), Firdaus Cahyadi mengatakan, gagasan Presiden Prabowo untuk memaafkan koruptor meski mengembalikan uang negara yang dicuri merupakan bentuk pemikiran yang salah kaprah dalam pemberantasan korupsi. Ia menilai pemikiran tersebut terlalu sempit, karena tindakan korupsi bukan sekedar kerugian uang negara.
Menurut dia, rencana pengampunan terhadap koruptor bukan hanya menunjukkan pemerintah tidak serius dalam pemberantasan korupsi, namun juga akan semakin membuka peluang terjadinya korupsi di sektor sumber daya alam (SDA).
Baca Juga:
“Korupsi di bidang Sumber Daya Alam misalnya, juga mengakibatkan kerusakan alam dan meningkatnya konflik sosial. “Kalau kemudian para koruptor di bidang SDA diampuni hanya karena sudah mengembalikan uangnya, lalu bagaimana dengan kerusakan alam dan konflik sosial yang ditinggalkannya?” ujarnya, dikutip dari keterangan resmi yang diterima Hukumonline, Jumat (27/12).
Kemudian soal pemberian pengampunan kepada koruptor, baginya itu merupakan insentif pembangunan berbasis ekonomi ekstraktif yang merusak alam. Ia menilai rentannya pembangunan berbasis ekonomi ekstraktif dari sudut pandang ekologi dan sosial membuat elit politik dan ekonomi menggunakan cara-cara ilegal untuk melanggar atau bahkan mengubah peraturan yang ada.
Pembangunan berbasis ekonomi ekstraktif, katanya, disamarkan dengan jargon nasionalis yang sempit, seperti swasembada pangan dan energi serta melanjutkan hilirisasi mineral penting seperti nikel.
Sumber: hukumonline
Source link