Menata ulang peraturan energi dengan pendekatan hukum proporsional


Energi hukum omnibus bukan hanya alat harmonisasi peraturan, tetapi juga penegasan supremasi norma -norma dalam sistem hukum energi nasional. Dia harus membentuk arsitektur hukum yang menjamin sertifikasi hukum, koherensi kebijakan, dan kejelasan tata kelola dalam manajemen energi di masa depan.

Sudah waktunya bagi Indonesia untuk membangun sistem hukum energi nasional yang lebih terintegrasi, rasional, dan adaptif. Pengalaman selama hampir dua dekade Hukum nomor 30 tahun 2007 Tentang energi menunjukkan bahwa peraturan energi kita masih tersebar di sektor -sektor yang berjalan secara individual. Akibatnya, ketidakharmonisan kebijakan terjadi, peraturan yang tumpang tindih, dan ketidakpastian hukum yang menghambat iklim investasi dan transisi energi.

Karena alasan ini, wacana persiapan Semua Energi Hukum menjadi semakin relevan dan mendesak. Tidak hanya sebagai kombinasi hukum sektoral, tetapi juga sebagai Kerangka Hukum Orang Tua (Hukum Umum) yang dapat payung dan mengarahkan semua kebijakan energi nasional secara komprehensif. Energi hukum omnibus akan menjadi jenis “Konstitusi Energi”yang berisi prinsip -prinsip dasar transisi energi, keberlanjutan, keadilan, dan ketahanan nasional.

Harmonisasi dan kepastian dalam hierarki norma
Salah satu masalah utama saat ini adalah perbedaan antara PP No. 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan berbagai dokumen pembangunan nasional seperti Rpjmn. Faktanya, dalam praktiknya, Ken sebagai produk PP sebenarnya membutuhkan persetujuan DPR, yang tidak jarang dalam praktik membentuk peraturan pemerintah.

Informasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan bahwa saat ini pembaruan Ken, dan draft Ken yang baru telah dibahas dengan DPR, meskipun belum diumumkan. Ini semakin memperkuat urgensi untuk mengatur ulang posisi Ken agar tidak bertentangan secara hierarkis dengan RPJMN sebagai produk undang -undang. Ken harus dikembalikan ke fungsinya sebagai dokumen teknokratis dan fleksibel dalam bentuk PP yang cukup berkonsultasi, tidak disetujui oleh legislatif.

Baca Juga:  Kejahatan Perbankan dalam Pengembalian Dana Hasil Penjualan AYDA

Dalam perspektif hukum konstitusional, fenomena ini meningkatkan risiko tumpang tindih antara norma -norma hukum dalam bentuk PP dan hukum, serta mengaburkan fungsi tersebut Kejelasan hierarkis dalam sistem hukum nasional.

Lex posterior meredam lex priori: fondasi supremasi undang -undang energi baru
Dalam praktik undang -undang modern, prinsipnya Hukum hukum penghinaan posterior menjadi pijakan yang sah. Hukum yang lebih baru secara otomatis menyesuaikan atau menggantikan norma -norma sebelumnya yang tidak relevan. Dengan demikian, energi hukum omnibus akan menjadi Kerangka hukum yang menyeluruh Untuk semua peraturan sektor energi, baik hukum minyak dan gas, hukum listrik, undang -undang Minerba, dan RUU energi terbarukan yang baru.

Dengan pembentukan sistem hukum energi yang terintegrasi, pembagian otoritas, pengaturan kelembagaan, dan hubungan pusat-regional dalam perencanaan dan pengawasan energi menjadi lebih tertib dan sistematis.

(Tagstotranslate) Regulasi (T) Energi-energi (T) Energi


Sumber: hukumonline

Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© LBH CADHAS 2024.
All rights reserved.
//
Tim dukungan konsultasi siap menjawab pertanyaan Anda.
👋 Hallo, Silahkan beri tahu apa yang dapat kami bantu?
LBH CADHAS Kami ingin menunjukkan kepada Anda pemberitahuan untuk berita dan pembaruan terkini.
Dismiss
Allow Notifications