Pernahkah Anda merekam percakapan dengan orang lain secara diam-diam dengan maksud untuk menggunakannya sebagai bukti, baik untuk membela diri atau sebagai amunisi untuk menyerang orang tersebut dalam proses hukum? Apakah bukti yang direkam dapat dikategorikan sebagai bukti yang diperoleh secara sah? Termasuk dalam kategori bukti yang mana?
Menariknya, di era ini, suara manusia bisa dibuat sangat mirip dengan teknologi Artificial Intelligence (AI). Contoh sederhananya adalah suara banyak artis mancanegara yang berhasil diubah untuk menyanyikan lagu Indonesia dengan bantuan AI. Ketika diputar, suaranya akan terdengar sama persis, meski mungkin ada teknologi tertentu yang bisa membedakan suara asli dengan suara buatan AI.
Setidaknya, dari fenomena ini tumbuh kesadaran bahwa proses penerimaan rekaman suara sebagai alat bukti di pengadilan makin membutuhkan konfirmasi dan verifikasi yang lebih ketat. Kesaksian ahli di bidang teknologi makin dibutuhkan agar tidak terjadi penipuan suara. Pada akhirnya, bagi terdakwa, rekaman suara yang dijadikan alat bukti di pengadilan adalah sesuatu yang harus dibuktikan kembali keasliannya, alias 'alat bukti yang harus dibuktikan kembali'.
Bicara soal rekaman suara yang direkam secara diam-diam, hal itu terjadi pada kasus dugaan korupsi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang melibatkan Setya Novanto pada tahun 2015. Mengulas sedikit, bermula dari adanya pertemuan antara Ma'roef Sjamsudin yang saat itu menjabat Direktur Utama Freeport Indonesia dengan Setya Novanto yang saat itu menjabat Ketua DPR serta Muhammad Riza Chalid selaku pengusaha yang digelar di sebuah ruangan tertutup di hotel Ritz Carlton SCBD, Jakarta Pusat.
Sumber: hukumonline
Source link