Apa Kata Konstitusi? Membaca Posisi LGBTQ+ dalam Kerangka Hukum Indonesia

Hari itu, saya bertemu dengan seorang teman lama yang kini tinggal di kota yang sama. Dia adalah seorang penyintas LGBTQ+ istilah yang dia gunakan untuk menggambarkan dirinya sebagai bagian dari komunitas LGBTQ+ di Indonesia yang sering harus menghadapi diskriminasi. Kami berbincang di sebuah warkop kecil di sudut kota. Percakapan kami dimulai dengan ringan, hingga akhirnya mengarah pada topik yang lebih serius: bagaimana hukum di Indonesia memperlakukan komunitas LGBTQ+. “Aku cuma ingin hidup tenang,” katanya sambil mengaduk kopinya perlahan. “Tapi di sini, hidup tenang itu terasa seperti mimpi.”

Obrolan itu membuka pikiran saya untuk menelaah lebih jauh posisi komunitas LGBT dalam kerangka hukum Indonesia. Apakah benar konstitusi yang kita junjung tinggi ini memberikan ruang yang setara bagi semua warga negaranya, tanpa terkecuali?

Kerangka Konstitusi Indonesia dan Prinsip Kesetaraan

Sebagai warga negara Indonesia, kita sering mendengar bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah fondasi utama yang menjamin hak-hak kita. Pasal 28D ayat (1) misalnya, menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Selain itu, Pasal 28I ayat (2) menegaskan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun.” Jika membaca pasal-pasal ini secara tekstual, hak-hak LGBTQ+ tampaknya sudah termasuk di dalamnya.

Namun, kenyataan di lapangan berbicara sebaliknya. Tidak ada regulasi yang secara eksplisit melindungi hak komunitas LGBTQ+ di Indonesia. Sebaliknya, berbagai peraturan lokal maupun kebijakan publik sering kali digunakan untuk mendiskriminasi atau membatasi mereka. Teman saya bahkan bercerita bagaimana dia pernah dibubarkan paksa oleh aparat saat menghadiri acara diskusi di komunitasnya. “Kami tidak melakukan apa-apa, hanya berdiskusi soal seni. Tapi seolah-olah kami ini ancaman negara,” katanya dengan nada getir.

Baca Juga:  Bisakah Media Sosial Dijadikan Bukti dalam Sengketa Perdata?

Konstitusi memang menjamin hak asasi manusia, tetapi penerapannya sering kali terbentur pada norma sosial-budaya yang dominan. Hal ini menciptakan jurang antara teori hukum yang universal dengan praktik hukum yang sering kali dipengaruhi oleh nilai konservatif masyarakat.

Dalam bukunya, Justice: What’s the Right Thing to Do?, Michael Sandel menulis, “Keadilan bukan hanya soal memberikan apa yang menjadi hak seseorang, tetapi juga menciptakan ruang di mana setiap individu merasa dihormati dan diterima.” Prinsip ini tampaknya masih sulit diwujudkan dalam konteks LGBTQ+ di Indonesia.

Ketegangan antara Norma Sosial dan Prinsip Hukum

Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang sangat beragam. Namun, keragaman ini sering kali tidak tercermin dalam sikap terhadap komunitas LGBTQ+. Dalam masyarakat yang masih sangat menjunjung tinggi norma agama dan adat, keberadaan LGBTQ+ sering kali dianggap sebagai ancaman terhadap tatanan moral. Pandangan ini kemudian memengaruhi cara hukum diterapkan.

Sebagai contoh, meskipun homoseksualitas tidak secara eksplisit dilarang dalam KUHP, ada banyak kasus di mana aparat menggunakan pasal-pasal tentang kesusilaan atau pornografi untuk menargetkan komunitas LGBTQ+. Beberapa daerah bahkan memberlakukan peraturan lokal yang secara terang-terangan mendiskriminasi mereka. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah hukum kita benar-benar mencerminkan keadilan, atau justru menjadi alat untuk menegakkan dominasi nilai-nilai tertentu?

Teman saya mengungkapkan rasa frustasinya, “Aku bukan minta negara ini menerima semua aspek hidupku. Aku cuma minta hak-hak dasarku dihormati. Apakah itu terlalu berlebihan?” Pernyataannya membuat saya berpikir bahwa perdebatan tentang LGBTQ+ di Indonesia sering kali tidak berada di ranah hukum, melainkan di ranah moralitas. Padahal, negara tidak seharusnya mendikte bagaimana seseorang menjalani hidupnya, selama tidak melanggar hak orang lain.

Baca Juga:  Pasal 1338 KUHPerdata: Kebebasan Berkontrak, Masihkah Berlaku Mutlak?

Amartya Sen, seorang ekonom dan filsuf, dalam bukunya The Idea of Justice menyatakan bahwa keadilan bukan hanya tentang legalitas, tetapi juga tentang menciptakan ruang di mana semua orang dapat mengembangkan potensi mereka tanpa rasa takut atau tekanan. Pemikiran ini sangat relevan ketika kita berbicara tentang komunitas LGBT yang selama ini sering kali hidup di bawah bayang-bayang diskriminasi.

Mencari Ruang untuk Diskusi yang Inklusif

Diskusi saya dengan teman itu tidak memberikan solusi instan terhadap dilema hukum yang dihadapi komunitas LGBTQ+ di Indonesia. Namun, satu hal yang menjadi jelas adalah bahwa ada kebutuhan mendesak untuk membuka ruang dialog yang inklusif. Hukum tidak boleh menjadi alat untuk menghakimi, melainkan jembatan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil.

Sebagai bangsa yang berpegang pada nilai Pancasila, terutama sila kedua tentang “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” penting untuk melihat keberadaan LGBTQ+ bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai bagian dari keberagaman yang perlu dihormati. Perjalanan menuju kesetaraan mungkin panjang dan penuh tantangan, tetapi langkah pertama selalu dimulai dari keberanian untuk mendengarkan dan memahami.

Saat kami mengakhiri obrolan sore itu, teman saya berkata, “Aku tahu perubahan tidak akan terjadi cepat. Tapi setidaknya, aku ingin percaya bahwa masih ada orang-orang yang mau mendengarkan kami.” Kalimatnya mengingatkan saya bahwa harapan adalah fondasi dari setiap perjuangan, termasuk perjuangan untuk keadilan.

Di tengah segala tantangan yang ada, mungkin penting untuk mengingat bahwa konstitusi kita, dalam esensinya, adalah tentang melindungi setiap individu. Pertanyaannya sekarang, apakah kita siap untuk memastikan bahwa perlindungan itu benar-benar berlaku untuk semua, termasuk komunitas LGBTQ+?

Picture of U. Andre Baharudin S.Tr.Pi
U. Andre Baharudin S.Tr.Pi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© LBH CADHAS 2024.
All rights reserved.
//
Tim dukungan konsultasi siap menjawab pertanyaan Anda.
👋 Hallo, Silahkan beri tahu apa yang dapat kami bantu?
LBH CADHAS Kami ingin menunjukkan kepada Anda pemberitahuan untuk berita dan pembaruan terkini.
Dismiss
Allow Notifications