Jutaan orang memilih untuk pulang ketika liburan Idul Fitri tiba. Berkumpul dengan keluarga, terutama pada hari libur, adalah mimpi dan waktu yang ditunggu oleh banyak orang. Bertemu dengan kerabat yang hidup berjauhan terasa menyenangkan, terutama jika kedua orang tua masih hidup. Banyak hal dapat dibahas ketika bertemu anggota keluarga, selain mengunjungi tempat -tempat menyenangkan di kota asal mereka.
Kebalikan dari situasi yang menyenangkan adalah ketika anggota keluarga bermusuhan. Suami dan istri tidak setuju, bahkan tidak jarang menyebabkan perceraian. Orang tua dan anak -anak tidak rukun, bahkan ada anak -anak yang menggugat orang tua mereka ke pengadilan karena perselisihan tanah. Masalah pemberian dan penarikan hibah termasuk tindakan yang dapat memicu perseteruan dalam hubungan keluarga. Misalnya dalam keputusan Mahkamah Agung No. 622 K/PDT/2017 menarik wacana tentang hibah dalam keluarga.
Hibah, seperti yang mereka katakan dalam bahasa Arab, Wahababermakna untuk memberikan keuntungan kepada orang lain. Dalam undang -undang, hibah memberikan objek secara sukarela dan tanpa hadiah dari satu orang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Pasal 1666 KUHAP mendefinisikan hibah sebagai perjanjian ketika donor, selama hidupnya, bebas dan tidak dapat ditarik, menyerahkan objek untuk kepentingan penerima hibah yang menerima penyerahan.
Dalam undang -undang, hibah memberikan objek secara sukarela dan tanpa hadiah dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki
(Tagstotranslate) Hibah Hibah
Sumber: hukumonline
Source link