Perjanjian kerja merupakan hal yang sangat penting dalam hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja. Perjanjian kerja pada umumnya memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja juga biasanya mencantumkan sifat pekerjaan, apakah untuk waktu tertentu (sementara), tidak tertentu, atau peralihan dari Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ke Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja, Pengalihdayaan dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja menetapkan PKWT berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Ditegaskan pula, PKWT tidak bisa diadakan untuk pekerjaan tetap. Dari segi waktu, PKWT dapat dibuat untuk pekerjaan yang diperkirakan selesai dalam waktu singkat; pekerjaan musiman; atau pekerjaan yang berkaitan dengan produk baru, aktivitas baru, atau penambahan yang masih dalam tahap uji coba atau eksplorasi. Sedangkan dalam hal penyelesaian suatu pekerjaan, perjanjian kerja dapat dibuat untuk pekerjaan yang selesai satu kali saja, atau pekerjaan yang sifatnya sementara.
Bagaimana jika pekerja dan pengusaha tidak membuat perjanjian kerja secara tertulis? Akibat yang paling sering terjadi adalah terjadinya perselisihan antara pekerja dan pengusaha. Mereka berbeda pandangan mengenai apakah suatu pekerjaan memenuhi syarat sebagai PKWT atau PKWTT. Oleh karena itu, dalam pembahasan Hukum Pasca Ketenagakerjaan Quo Vadis UU No. 6 tahun 2023Jumat (06/09/2024) lalu, Masykur Isnan menekankan pentingnya mencermati peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.
Ketua DPC PPKHI Jakarta Selatan mengatakan, penting bagi seorang pengacara untuk melihat apakah pekerjaannya terkait jual beli atau proyek. Dari sana, pengacara bisa mendapatkan petunjuk apakah pekerjaan yang dilakukan bersifat permanen atau sementara. “Itu bisa saja ada dalam perjanjian petunjuk “Apakah perjanjian ini PKWT atau PKWTT,” jelasnya.
Sumber: hukumonline
Source link