Pemerintah akan mengubah pengelompokan tarif JKN yang telah menggunakan INA-CBG) menjadi INA-DRG. DJSN masih menghitung penyesuaian aktuaria dari tarif JKN.
Pemerintah berupaya mempertahankan keberlanjutan Program Asuransi Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Health. Tetapi di tengah -tengah terus meningkatkan anggaran kesehatan setiap tahun, aspek transparansi adalah suatu keharusan. Misalnya, antara fasilitas kesehatan (fasilitas kesehatan) menerapkan biaya yang berbeda untuk diagnosis yang sama.
Ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Buni Gunadi Sadikin dalam pertemuan kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat IX, Selasa (11/02/2025). “Harga layanan kesehatan lebih dikendalikan oleh fasilitas kesehatan atau penyedia (sisi penawaran)“Dia berkata.
Dalam praktiknya, pasien atau pengguna layanan jarang berdebat dengan fasilitas kesehatan yang terkait dengan layanan kesehatan yang disediakan. Pasien cenderung menerima nasihat yang diberikan oleh dokter misalnya tentang banyak jenis obat yang diberikan dan bentuk perawatan medis. Posisi pasien atau masyarakat sebagai pengguna layanan perlu diperkuat, satu arah melalui asuransi.
Budi mencatat bahwa setidaknya ada 2 masalah yang mencuat. Pertama, Porsi asuransi kesehatan di Indonesia relatif kecil sekitar 32 persen dari pengeluaran kesehatan setiap tahun yang dikeluarkan melalui asuransi. Idealnya persentase penggunaan asuransi untuk pengeluaran kesehatan mencapai 90 persen.
Baca juga:
Kedua, Persentase tinggi ini terkait dengan posisi tawar untuk menemukan titik keseimbangan harga yang wajar. Budi mengakui bahwa pemerintah harus memiliki kontribusi yang lebih besar melalui JKN. Jika pengeluaran kesehatan ini tidak dikendalikan, dalam 10 tahun ke depan menjadi masalah besar.
“Kami ingin merevisi tarif untuk keseimbangan, jadi dokter dan rumah sakit senangKomunitas ini juga senang diwakili oleh BPJS Health untuk menekan kembali, “katanya.
(Tagstotranslate) tarif
Sumber: hukumonline
Source link