Para ahli menyebut potensi konflik kepentingan posisi ganda dari komunitas advokat yang lebih rendah


Perwakilan Ikadin sebagai pihak terkait mengatakan tidak ada minat yang tumpang tindih antara posisi kepemimpinan organisasi advokat dan pejabat negara, seperti yang dialami oleh Otto Hasibuan. Karena, saat melayani sebagai pejabat negara, Otto tidak melakukan praktik sebagai advokat.

Pengadilan Konstitusi (MK) sekali lagi mengadakan nomor sesi kasus 183/puu-xxii/2024 terkait dengan tinjauan yudisial Pasal 28 paragraf (3) Hukum Nomor 18 tahun 2003 tentang advokat. Agenda persidangan kali ini sedang mendengarkan pernyataan pihak -pihak terkait, para ahli yang disajikan oleh Presiden, serta para ahli dari pemohon yaitu Advokat Andri Darmawan.

Pakar yang disajikan oleh Presiden adalah Profesor Hukum Konstitusi dari Fakultas Hukum, Sebelas Maret University (FH UNS) Prof. Agus Riewanto yang menjelaskan bahwa ketentuan paragraf Pasal 28 (3) hukum advokat tidak melarang kepemimpinan organisasi advokat secara bersamaan sebagai pejabat negara. Larangan hanya berlaku jika kepemimpinan organisasi juga merupakan pemimpin partai politik.

Baca juga:

Penunjukan Otto Hasibuan sebagai wamen ditanyai melalui pengujian hukum advokat

4 Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pemilihan Umum sepanjang 2024

Menurutnya, potensi konflik kepentingan dari pejabat negara yang berasal dari advokat lebih rendah daripada jika mereka berasal dari kepemimpinan partai politik. “Tidak ada cukup konflik kepentingan pada pejabat negara yang datang dari advokat untuk mempengaruhi organisasi advokat. Berbeda dengan kepentingan yang sangat nyata ketika kepemimpinan organisasi advokat berasal dari partai politik (kepemimpinan, merah),” kata Agus Riewanto kemarin.

Dia melanjutkan larangan dalam ketentuan ini dibentuk berdasarkan pemikiran hukum konstitusional yang melihat posisi kepemimpinan organisasi profesional sebagai posisi strategis yang rentan terhadap konflik kepentingan, terutama jika dipegang oleh individu yang aktif dalam struktur partai. Para pemimpin partai politik membawa agenda ideologis dan kepentingan politik yang dapat mengganggu netralitas profesi advokat, termasuk organisasi advokat.

Baca Juga:  Implikasi hukum dari kematian terdakwa terhadap gugatan tersebut

Agus juga menyinggung posisi Ketua Dewan Kepemimpinan Nasional Asosiasi Advokat Indonesia (DPN Peradi) yang juga menjabat sebagai Menteri atau pejabat tingkat menteri, tidak bertindak sebagai satu -satunya pembuat keputusan. Ini karena struktur organisasi advokat adalah kolegial, di mana keputusan diambil bersama -sama oleh semua manajemen sesuai dengan interpretasi pasal 28 paragraf (3) hukum advokat.

Sejalan dengan itu, mengacu pada ketentuan dalam hukum nomor 39 tahun 2008 yang telah diubah Hukum nomor 61 tahun 2024 Mengenai kementerian negara, itu tidak melarang pejabat negara menjadi administrator organisasi profesional. Organisasi Advokat juga bukan lembaga yang menerima dana dari APBN dan APBD, tetapi dikelola secara mandiri oleh para anggotanya.

Di sisi lain, perwakilan Asosiasi Advokat Indonesia (Ikadin) sebagai pihak terkait, melalui penasihat hukum mereka, saya membuat Agus Rediyudana menilai bahwa tidak ada kepentingan yang tumpang tindih antara posisi kepemimpinan organisasi advokat dan pejabat negara. Dia mengutip Otto Hasibuan yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Koordinasi untuk Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Koreksi, serta Ketua Peradi.

(Tagstotranslate) testing_ laws


Sumber: hukumonline

Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© LBH CADHAS 2024.
All rights reserved.
//
Tim dukungan konsultasi siap menjawab pertanyaan Anda.
👋 Hallo, Silahkan beri tahu apa yang dapat kami bantu?
LBH CADHAS Kami ingin menunjukkan kepada Anda pemberitahuan untuk berita dan pembaruan terkini.
Dismiss
Allow Notifications