Salah satu tantangan utama dalam mengimplementasikan hak cipta adalah mekanisme lisensi, sebagaimana diatur dalam Pasal 80 dan Pasal 81 undang -undang hak cipta. Lisensi menjadi instrumen hukum yang memungkinkan penggunaan hak cipta dengan terus menghormati hak eksklusif pencipta atau pemegang hak terkait. Pemahaman komprehensif tentang hak -hak dalam undang -undang hak cipta menjadi penting, terutama bagi para pemain industri kreatif.
Hak cipta sebagai bagian dari hak kekayaan intelektual memiliki peran yang sangat penting dalam melindungi karya kreatif seseorang. Dalam konteks ini, Pasal 4 Hukum Nomor 28 tahun 2014 Mengenai hak cipta (hukum hak cipta) menegaskan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif yang terdiri dari hak -hak moral dan hak ekonomi. Hak eksklusif ini adalah hak yang hanya ditujukan untuk pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak -hak ini tanpa izin dari pencipta. Seperti yang dinyatakan dalam teori kepribadian (Teori Kepribadian).
Menurut Hegel, hak cipta adalah manifestasi dari kepribadian Sang Pencipta. Hak moral dalam undang -undang hak cipta mencerminkan perlindungan hubungan emosional dan identitas pencipta dengan pekerjaannya. Namun, dalam praktiknya, pemegang hak cipta yang bukan pencipta hanya memiliki beberapa hak eksklusif ini, dalam bentuk hak ekonomi. Implementasi hak eksklusif ini terutama terkait dengan penarikan royalti untuk pencipta atau pemegang hak cipta.
Baca juga:
Prinsip res judicata dalam dinamika berita di media
Transfer hak merek dalam merger dan akuisisi perusahaan
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan turunan Nomor Peraturan Pemerintah 56 tahun 2021 Tentang Manajemen Royalti Song Hak Cipta dan/atau Musik (PP Royalties of Songs). Dalam Pasal 12 PP Royalty Songs, National Collective Management Institute (LMKN) diberi mandat untuk menarik royalti dari mereka yang menggunakan lagu atau musik secara komersial. LMKN juga menarik royalti baik untuk pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait yang belum menjadi anggota lembaga manajemen kolektif tertentu.
Dalam domain internasional, beberapa istilah yang terkait dengan hak ekonomi dalam industri musik diketahui, seperti Hak Mekanik, Hak Sinkronisasi, Dan Hak Melakukan. Hak mekanis adalah hak pencipta dan penerbit musik untuk menerima pembayaran ketika karya musik disalin dan didistribusikan, baik dalam bentuk fisik maupun digital. Hak Sinkronisasi adalah hak untuk menggunakan karya musik di media audiovisual seperti film atau video, yang memerlukan persetujuan pencipta. Sedangkan Hak Melakukan adalah hak untuk memainkan atau menampilkan musik di ruang publik, yang biasanya dikelola oleh lembaga manajemen kolektif.
Ketiga hak ini belum diatur secara eksplisit dalam hukum positif Indonesia. Namun, hukum secara logis melekat dalam hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta, terutama hak ekonomi. Prinsip Hukum perjanjian disimpan Yang berarti bahwa perjanjian harus dihormati, menjadi fondasi penting dalam implementasi hak cipta. Selain itu, teori utilitarianisme dalam hak kekayaan intelektual juga relevan, di mana perlindungan hak cipta bertujuan untuk mendorong inovasi dan kreativitas untuk manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.
Hormati hak moral dan ekonomi pencipta
Kasus -kasus pelanggaran hak cipta di industri musik Indonesia semakin menjadi sorotan. Pada 2017, polemik terjadi terkait dengan lagu “Akad” yang dimiliki oleh Payung Teduh, tempat Hanin Dhiya mengunggah versi sampul lagu di YouTube tanpa izin resmi. Versi sampul ini bahkan memenangkan jumlah penonton yang melebihi video Payung Teduh resmi, dan juga diterbitkan di berbagai layanan streaming dengan potensi laba komersial yang signifikan. Tindakan ini adalah bentuk pelanggaran hak mekanis Dan Hak Sinkronisasi Karena reproduksi dan distribusi dilakukan tanpa persetujuan pencipta.
(tagstotranslate) hak
Sumber: hukumonline
Source link