Kriteria Pengadilan atas Itikad Buruk dalam Menyelesaikan Sengketa Merek Terkenal

Kriteria Pengadilan atas Itikad Buruk dalam Menyelesaikan Sengketa Merek Terkenal


Bagaimana pengadilan menentukan kriteria itikad buruk dalam menyelesaikan sengketa merek terkenal? Pertanyaan ini penting untuk memenangkan kasus sengketa merek di pengadilan niaga. Pada akhirnya, segala argumentasi para pihak yang bersengketa harus memperhatikan konstruksi penalaran hakim di pengadilan berdasarkan kriteria itikad baik, bukan terlalu percaya pada konstruksi teoritis semata.

Penjelasan empiris inilah yang ingin disampaikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (Puslitbang Kumdil MA) dalam laporan penelitian yang berjudul Kriteria Itikad Buruk dalam Menyelesaikan Sengketa Merek Terkenal Melalui Putusan Pengadilan. “Apakah ada kesesuaian atau konflik antara 'yang harus' dengan 'itu', di antara 'hukum secara abstrak' dengan 'hukum secara konkrit'-miliknya. Apakah sistem hukum dalam peraturan dan alasan untuk terjatuh digunakan dalam pengambilan keputusan. “Untuk melengkapi analisisnya, peneliti juga melakukan serangkaian wawancara kepada beberapa narasumber yang dianggap berkompeten di bidangnya,” ujar Tujuan laporan ini, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kumdil MA 2009-2018, Basuki Rekso Wibowo, dalam pendahuluan laporan ini.

Alasan mutlak penolakan pendaftaran merek sangat jelas dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek dan GI). Kriteria huruf a sampai g akan menghalangi pendaftaran merek dari awal di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum. Sebutkan saja alasannya: a. bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, kesusilaan agama, kesusilaan atau ketertiban umum; B. sama, berkaitan dengan, atau hanya menyebutkan barang dan/atau jasa yang dimintakan pendaftarannya; C. mengandung unsur yang dapat menyesatkan masyarakat mengenai asal usul, mutu, jenis, ukuran, varietas, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang dimintakan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tumbuhan yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa sejenis; D. memuat informasi yang tidak sesuai dengan mutu, manfaat, atau khasiat barang dan/atau jasa yang dihasilkan; e. tidak mempunyai daya pembeda; F. merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum; dan/ataug. berisi bentuk fungsional. Bagian penjelasan masing-masing item larangan ini juga memberikan penjelasan lebih lanjut dalam UU Merek dan UU GI.

Baca Juga:  Meninjau Variasi Rumusan Surat Dakwaan

Lain ceritanya dengan alasan relatif penolakan pendaftaran merek. “Rumusan konsep itikad baik dapat diukur dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang subjektif dan sudut pandang objektif,” demikian laporan Puslitbang Kumdil MA.


Sumber: hukumonline

Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© LBH CADHAS 2024.
All rights reserved.
//
Tim dukungan konsultasi siap menjawab pertanyaan Anda.
👋 Hallo, Silahkan beri tahu apa yang dapat kami bantu?
LBH CADHAS Kami ingin menunjukkan kepada Anda pemberitahuan untuk berita dan pembaruan terkini.
Dismiss
Allow Notifications