Pengawasan harus dilakukan dalam kerangka hukum yang sama, serta otoritas lembaga penegak hukum harus diatur secara fungsional dan integral dalam RKUHAP.
Revisi teratas UU No. 8 tahun 1981 Mengenai Undang -Undang Prosedur Pidana (RKUHAP) akan memasuki tahap diskusi setelah Lebaran, tepatnya pada bulan April 2025. Pemerintah dan Parlemen telah sepakat untuk merevisi Undang -Undang Prosedur Pidana (KUHAP) yang dianggap tidak relevan dengan zaman.
Oleh karena itu merevisi Kode Prosedur Pidana menjadi persyaratan sistem peradilan yang lebih efisien, transparan, dan adil. Nantinya, KUHP Priminal akan mempengaruhi proses hukum pidana di Indonesia.
Penasihat Pakar Kepolisian Nasional, Inspektur Jenderal Polisi Purnawirawan Aryanto Sutadi menjelaskan sifat hukum pidana. Hukum pidana menurut Aryanto adalah kristalisasi nilai -nilai kehidupan yang ada di masyarakat. Sifat sifat masyarakat sekarang telah berubah, sehingga hukum juga harus berubah.
“Undang -undang di Indonesia perlu berubah untuk mengakomodasi nilai -nilai yang hidup di masyarakat,” kata Aryanto dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (22/2025) minggu lalu.
Baca juga:
Di sisi lain, Aryanto mengkritik cara Indonesia membangun sistem hukum pidana yang harus dilakukan secara sistematis. Mulai dari hukum pidana materi yang mengatur siapa yang dapat dihukum, tindakan apa yang dapat dihukum, dan apa itu penjahat. Hanya setelah itu dapat membangun dari hukum pidana formal terkait dengan prosedur untuk menerapkan hukum pidana material.
“Mengapa kita mengubah KUHP PRICHINAL terlebih dahulu, bukan hukum pidana materi terlebih dahulu? Seharusnya, kita mengubah hukum pidana materi terlebih dahulu,” jelasnya.
(TagStotranslate) Desain (T) KUHP (T) Institusi (T) Institution (T) Penegakan
Sumber: hukumonline
Source link