Fenomena dinasti politik memang banyak dikritik, namun itulah yang terjadi dari waktu ke waktu, mulai dari akar rumput hingga ujung dahan pohon tertinggi. Mulai dari tingkat desa, kecamatan, kecamatan, hingga nasional tidak jarang kita jumpai fenomena dinasti politik, tidak hanya di dalam negeri, namun juga di negara lain.
Bahkan Amerika Serikat sebagai negara demokrasi terbesar kedua di dunia, nyatanya dari masa ke masa juga dihiasi dengan dugaan fenomena dinasti politik, baik di tangan keluarga Kennedy (John F. Kennedy), Keluarga Roosevelt. (Presiden AS, Theodore Roosevelt 1901-1909 & Franklin D. Roosevelt 1933-1945), Keluarga Bush, Keluarga Clinton, Keluarga Trump hingga Biden. Semuanya tak lepas dari catatan dinasti politik.
Fakta ini mematahkan argumentasi bahwa dinasti politik adalah antitesis demokrasi. Di sisi lain, dinasti politik semakin banyak bermunculan di negara-negara demokratis. Beberapa literatur menunjukkan bahwa dinasti politik merupakan konsekuensi logis dari prinsip persamaan hak dalam demokrasi. Jadi, semua warga negara, baik anak presiden maupun rakyat biasa, mempunyai kesempatan yang sama (Lihat: Wawan Kurniawan di Dinasti politik merajalela di negara-negara demokratis dan Daniel Markham Smith di Sukses dalam Politik: Dinasti dalam Demokrasi).
Berbicara tentang persamaan hak dan persamaan kesempatan, penulis teringat penyataan Jokowi mengomentari dugaan gratifikasi jet pribadi Gulfstream yang ditumpangi Erina Gudono dan suaminya Kaesang Pangarep. Kepada wartawan, Presiden Jokowi hanya berkomentar “Iya, semua warga negara sama di hadapan hukum, itu saja.”
Sumber: hukumonline
Source link