Seperti kata pepatah, 'banyak jalan menuju Roma', banyak jalan yang dapat ditempuh untuk menghukum siapa pun yang diduga melakukan perusakan atau pencemaran lingkungan. Jika terbukti, berbagai sanksi dapat dijatuhkan, mulai dari sanksi administratif, perdata, hingga pidana. Pihak yang dapat menempuh jalur hukum pun beragam, mulai dari kelompok masyarakat dan organisasi yang mengadvokasi isu lingkungan, hingga lembaga pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menyatakan bahwa instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan mengambil tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup. Ayat (2) pasal yang sama memberikan kewenangan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengatur lebih lanjut mengenai kerugian lingkungan hidup.
UU Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian bagi orang lain atau lingkungan hidup. Penanggung jawab usaha wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Bahkan Pasal 88 menyebutkan tanggung jawab mutlak (tanggung jawab ketat) setiap orang yang tindakan, usaha, atau kegiatannya menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3), menghasilkan dan/atau mengolah limbah B3, dan/atau menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup. Dengan tanggung jawab penuh, tidak perlu membuktikan adanya unsur kesalahan.
Pasal 90 dan Pasal 88 UU PPLH memberikan kemungkinan upaya hukum perdata oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengajukan gugatan terhadap orang atau perusahaan yang menimbulkan kerugian terhadap lingkungan hidup. Penyebabnya bisa berupa kegiatan yang mencemari lingkungan hidup seperti sungai, atau kebakaran hutan dan lahan.
Sumber: hukumonline
Source link