Pernahkah pembaca melintasi pulau dan menemukan vila di atas air, milik pribadi, sudah dibagi-bagi menjadi beberapa kavling dan ternyata milik warga negara asing (WNA) atau milik seorang miliarder tertentu? Kondisi yang berbeda, mungkin pembaca juga pernah melihat rumah-rumah terapung (di atas air) yang dihuni oleh masyarakat adat tertentu secara turun-temurun. Meski potret-potret tersebut hanya bisa dilihat pembaca melalui gadget, setidaknya itu benar-benar terjadi.
Kedua kondisi ini akan memunculkan perspektif bahwa bagi masyarakat lokal yang tinggal di wilayah perairan, sudah sepantasnya diberikan hak dalam bentuk kepemilikan pribadi di tanah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun dan dari generasi ke generasi.
Namun bagaimana dengan warga negara asing? Status hukum kepemilikan mereka kerap mengundang rasa penasaran bagi siapa saja yang melihatnya. Bagaimana dengan perusahaan besar? Miliarder? Apakah mereka berhak memiliki pulau-pulau di Indonesia seperti hak istimewa yang seharusnya hanya dinikmati oleh masyarakat adat atau masyarakat lokal yang telah hidup ratusan tahun di wilayah perairan tersebut?
Yang terpenting dari semuanya, bagaimana hukum pertanahan di Indonesia mengatur? Apa bentuk spesifik dari kepemilikan pribadi perairan dan keterbatasan pemberian hak atas tanah kepada individu atau masyarakat tertentu? Apakah semudah itu pulau-pulau di Indonesia dijual? Pola apa saja yang menjadi celah dan harus segera dihilangkan?
Sumber: hukumonline
Source link