Kedua peraturan tersebut memainkan peran penting dalam memastikan kelancaran pengoperasian penerbangan.
Masalah yang terkait dengan bandara masih jarang menerima sorotan dalam berita, meskipun perannya tidak dapat dipisahkan dari industri penerbangan secara keseluruhan. Selama waktu ini, lebih banyak perhatian difokuskan pada maskapai penerbangan (maskapai)Sementara peraturan yang mengatur bandara seringkali kurang perhatian.
Dosen Hukum Udara dan Fakultas Hukum Luar Angkasa, Universitas Prasetya Mulya, Ridha Aditya Nugraha, mengatakan bahwa di Indonesia peraturan yang ada dianggap lebih mendukung maskapai dibandingkan dengan bandara. Salah satu contohnya adalah kebijakan menggunakan metode hukum omnibus yang mengurangi persyaratan untuk pembentukan maskapai dari lima pesawat menjadi tiga.
“Kebijakan ini memudahkan investor untuk mendirikan maskapai baru, seperti yang digunakan oleh Pelita Air. Namun, keberadaan maskapai baru ini juga menggambarkan kondisi ekonomi penerbangan yang sangat dipengaruhi oleh keseimbangan antara antara Menyediakan permintaan dan permintaan“Ridha Aditya Nugraha mengatakan dalam webinar, Senin (3/24/2025).
Baca juga:
Bagi pemerintah, situasi ini adalah peringatan sehingga kebijakan terkait maskapai dianggap lebih serius. Salah satu aspek penting adalah aturan mengenai tarif batas atas dan bawah untuk harga tiket pesawat.
Ridha mengatakan bahwa Indonesia masih menerapkan peraturan dengan alasan mencegah maskapai penerbangan yang menawarkan harga terlalu murah yang berisiko mengorbankan aspek keselamatan. Bahkan, jika sistem pengawasan berjalan dengan baik, ini masih harus dikendalikan tanpa perlu pembatasan tarif.
Selain itu, pada penerbangan internasional, mayoritas negara telah sepakat untuk menghapus tarif batas atas dan bawah untuk memberikan harga yang lebih kompetitif di pasar. Tetapi di Indonesia, maskapai ini tidak memiliki kebebasan penuh dalam menentukan harga tiket, sehingga mempengaruhi pendapatan bandara.
(Tagstotranslate) hukum
Sumber: hukumonline
Source link