Betapa sia-sianya perjalanan panjang untuk memenangkan perkara perdata jika pada akhirnya sangat sulit untuk melaksanakan putusan yang telah dijatuhkan. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP)Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dinilai banyak pihak belum mampu menyelesaikan permasalahan ini. Tak heran jika saat ini banyak harapan yang disematkan Rancangan Undang-Undang KUHP untuk berhasil menemukan formula eksekusi terbaik.
Tidak semua pihak yang kalah bersedia melaksanakan putusan dengan sukarela, bantuan dari aparat negara tentu diperlukan. Pengadilan berwenang mengambil tindakan untuk memaksa pihak yang kalah melaksanakan putusan. Tindakan pengadilan untuk memaksa pihak yang kalah melaksanakan putusan dikenal dengan istilah eksekusi. (Lihat: Makalah Kebijakan tentang Penguatan Sistem Eksekusi Sengketa Perdata di Indonesia)
Melihat aturannya, Pasal 195 ayat (1) HIR atau Pasal 206 ayat (1) Rbg mengatur bahwa pelaksanaan eksekusi putusan perdata dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri. Dalam Pasal 54 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, diatur bahwa pelaksanaan Putusan Pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung. Ketua Mahkamah Agung berkewajiban mengawasi pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sonyendah Retnaningsih, dalam diskusi Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan Arah Pembaharuan Eksekusi Perdata, Senin (15/07/2024), menjabarkan sedikitnya empat asas eksekusi Putusan Perdata yang rinciannya sebagai berikut:
Sumber: hukumonline
Source link