Hal ini dipahami di kalangan akademisi dan praktisi perjanjian nominasi atau perjanjian yang menggunakan nominasi berada pada area abu-abu, bahkan hitam. Guru Besar Hukum Perdata Universitas Nasional, Basuki Rekso Wibowo menanggapi Kala dengan penilaian negatif Hukum online dimintai konfirmasi, “Perjanjian penggunaan nominee merupakan penyelundupan yang sah, karena didasari oleh kesengajaan untuk melanggar hukum.”
Pendapat Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agung periode 2009-2018 tidak memberikan penjelasan lebih jauh dari itu. Jika dikaitkan dengan unsur itikad baik dalam perjanjian yang mengacu pada Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, Basuki menilai jelas hal itu. perjanjian nominasi tidak memenuhinya (Baca juga: Evaluasi Itikad Baik Sebelum Penutupan Perjanjian).
Pakar hukum bisnis Jentera Indonesia Law School, Aria Suyudi, menjelaskan hal serupa. “Perjanjian nominasi menjadi kartu mati ketika terjadi perselisihan. Tidak dapat meminta bantuan pengadilan atau memberikan perlindungan karena skema tersebut curang. “Calon pasti kabur duluan, itu risikonya,” kata dia yang sudah satu dekade lebih tergabung dalam Tim Reformasi Peradilan bentukan Mahkamah Agung.
Terkait kepemilikan saham, peneliti dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Afdal Yanuar menjelaskan perjanjian nominasi sebagai kesepakatan antara penerima manfaat (pemilik sebenarnya) dengan calon (pihak dalam nama). Segala tindakan calon hanya sebatas nama sesuai petunjuk dan petunjuk dari penerima manfaat (Tinjauan Hukum Perjanjian Nominee Kepemilikan Saham pada Penanaman Modal Asing Berbentuk Perusahaan Patungan).
Sumber: hukumonline
Source link