Komisi III DPR mengungkapkan alasan revisi Kode Prosedur Pidana perlu segera dibahas


Ketentuan yang diatur dalam KUHAP saat ini menimbulkan berbagai masalah. Kode Prosedur Pidana yang baru diharapkan untuk menyelesaikan masalah ini.

Sesi pleno DPR secara resmi membuka periode persidangan III tahun sesi 2024-2025. DPR dan peralatan kembali bekerja untuk melaksanakan tugas dan fungsi mereka di bidang undang -undang setelah reses. Ketua Komisi Dewan Perwakilan Rakyat III, Habiburokhman, mengatakan diskusi tentang revisi tersebut Hukum No.8 tahun 1981 Mengenai KUHP (KUHAP) terus bergulir.

Komisi III akan mengunjungi berbagai organisasi masyarakat sipil dan akademisi untuk menyerap aspirasi. Tentang aspirasi yang meminta diskusi tentang revisi Kode Prosedur Pidana, jangan terburu -buru, Habiburokhman mengatakan diskusi itu dilakukan segera dalam konteks positif. Karena Kode Prosedur Pidana saat ini menuai berbagai masalah.

“Setiap hari ada orang yang menderita karena kode prosedur kriminal saat ini, mungkin ada seseorang yang meninggal karena disiksa tetapi tidak tertangkap, beberapa dipenjara secara sewenang -wenang tetapi tidak diekspos,” katanya kepada kru media di ruang sidang Dewan Perwakilan Rakyat III, Kamis (4/17/2025).

Baca juga:

Politisi dari Gerakan Besar Indonesia (Gerindra) mengatakan masalahnya akan terus terjadi jika kode prosedur pidana saat ini masih valid. Dia berharap tidak akan ada upaya untuk membuat proses diskusi tentang KUHP.

“Menurut pendapat kami, itu pasti cepat,” katanya.

Dia mengatakan ketentuan yang ditetapkan dalam KUHP Prosedur cukup mengkhawatirkan. Sangat mudah untuk menentukan tersangka, dan mengkriminalisasi. Mekanisme pra -trial hampir tidak berguna karena hanya formal dan administratif. KUHAP sekarang tidak mengatur tentang Keadilan restoratif. Tidak memberikan perlindungan terhadap kelompok yang rentan.

Menurut Habiburokhman, masalah ini harus segera berakhir. KUHP tidak memberikan pengaturan yang adil. Dia mengutip kasus ini di Palu, di mana para tahanan meninggal dan pihak berwenang berdebat karena penyakit. Tetapi tampaknya dari bukti rekaman CCTV menemukan penganiayaan. KUHP PRICHINAL tidak ada untuk mengatur pengawasan salah satu dari mereka CCTV, jadi masalah ini lolos dari pemantauan.

Baca Juga:  Pembenaran Otokrasi dalam Proses Legislatif

(Tagstotranslate) Kawalruukuhap (T) Ruuharusterang (T) DPR (T) Masyarakat


Sumber: hukumonline

Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© LBH CADHAS 2024.
All rights reserved.
//
Tim dukungan konsultasi siap menjawab pertanyaan Anda.
👋 Hallo, Silahkan beri tahu apa yang dapat kami bantu?
LBH CADHAS Kami ingin menunjukkan kepada Anda pemberitahuan untuk berita dan pembaruan terkini.
Dismiss
Allow Notifications