Ada berbagai masalah mendasar yang harus diselesaikan.
Bank Dunia baru saja merilis laporan 2024 Business Ready (B-Ready) sebagai indikator kemudahan bisnis di berbagai negara termasuk Indonesia. Laporan Penggantian Kemudahan Melakukan Bisnis (EODB) berisi 10 indikator penilaian seperti masuknya bisnis, lokasi bisnis, tenaga kerja, layanan utilitas, layanan keuangan, perdagangan internasional, perpajakan, penyelesaian sengketa, persaingan pasar dan kebangkrutan bisnis.
Dari hasil ini, Bank Dunia menilai bahwa Indonesia mendapatkan skor tertinggi di laboratorium dengan skor 72 dari 100. Kemudian, diikuti oleh layanan utilitas yang mendapat skor 71 dan lokasi bisnis dengan skor 68.
“Indonesia mendapatkan skor tertinggi dalam hal laboratorium, layanan utilitas, dan lokasi bisnis. Di bidang ini, ekonomi menyediakan pusat pekerjaan dan pelatihan untuk mendukung pencari kerja, memberikan penegakan peraturan untuk Internet dan air, serta memberikan informasi yang transparan transparan Tentang hal-hal yang berkaitan dengan izin bangunan, zonasi, dan penggunaan lahan, “mengutip laporan B-Ready yang diterbitkan di Lingkungan Bisnis di Indonesia: Menjelajahi Laporan Siap Bisnis Bank Dunia di Jakarta, Senin (10/2).
Baca juga:
Namun, Indonesia mendapat skor rendah pada tiga indikator yaitu layanan keuangan dengan skor 57, skor kepailitan bisnis 57 dan persaingan pasar mendapatkan skor terendah antara 10 indikator dengan nilai 52. Indonesia mendapat skor rendah dalam kompetisi pasar dan keuangan Layanan karena tidak optimal menyediakan lokasi untuk transfer teknologi, termasuk tempat untuk bertukar sains dan teknologi.
Dalam empat indikator lain seperti perdagangan internasional mendapatkan skor 65. Kemudian, resolusi sengketa mendapat skor 64, masuk bisnis dengan skor 64, dan perpajakan dengan skor 60.
Secara umum, dalam laporan Bank Dunia ini, indikator yang termasuk dalam bidang hukum adalah kebangkrutan bisnis dan penyelesaian sengketa. Dalam indikator kepailitan bisnis, direktur Bank Dunia Indikator Global, Norman Loayza, mengatakan ada berbagai masalah mendasar yang harus diselesaikan. Pertama, tingginya biaya proses kebangkrutan di Indonesia dibandingkan dengan negara yang efisien.
(Tagstotranslate) Investasi Bisnis Kebangkrutan (T) (T)
Sumber: hukumonline
Source link