Media massa nasional menampilkan hiruk pikuk peralihan kekuasaan dari Presiden Joko Widodo ke presiden terpilih, Prabowo Subianto. Drama politik yang menyita perhatian publik adalah pemanggilan sejumlah tokoh dan selebriti ke kediaman Prabowo. Ada yang terang-terangan menyatakan diminta menjabat menteri, ada pula yang sekadar memberi isyarat diminta mengurus bidang tertentu. Siapa jadi apa, lembaga atau kementerian baru apa yang dibentuk, semua bergantung pada Presiden Prabowo Subianto.
Pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan kewenangan presiden yang lazim disebut oleh masyarakat sebagai hak prerogatif presiden. Awalnya melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian) terdapat pembatasan jumlah kementerian. Kini batasan tersebut telah ditembus melalui revisi. Artinya, penggunaan hak prerogratif presiden dalam menunjuk menteri semakin meningkat.
Padahal, sejak lama para ahli menekankan betapa besarnya kekuasaan Presiden Indonesia, baik sebelum maupun sesudah amandemen konstitusi. Menempatkan presiden pada posisi tinggi dalam sistem pemerintahan presidensial bukanlah sesuatu yang aneh. Secara etimologis, kata presiden sendiri mengacu pada lemma memimpin dalam bahasa Latin, kombinasi kata sebelum 'di depan', dan duduk 'duduk'.
Sejumlah pakar hukum tata negara Indonesia sebelumnya sempat menyinggung sejauh mana kekuasaan presiden Indonesia. Prof Harun Alrasid dalam bukunya Mengisi Jabatan Presiden (1999: 14) menulis, “Dapat dikatakan bahwa presiden merupakan pejabat terpenting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia”.
Sumber: hukumonline
Source link