Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta menjadi isu dalam dua bulan terakhir. Akibatnya, konsumen tidak punya pilihan lain untuk mengisi bahan bakar kendaraannya selain di SPBU milik negara, yakni SPBU milik PT Pertamina (Persero). Kelangkaan bahan bakar di SPBU swasta juga berdampak pada PHK.
Dirangkum dari berbagai sumber media massa, kelangkaan BBM di SPBU swasta antara lain disebabkan oleh pesatnya lonjakan permintaan konsumen yang beralih ke BBM nonsubsidi. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menjelaskan asumsi transisi tersebut kepada publik. Ia menduga sebanyak 1,4 juta kiloliter konsumsi Pertalite beralih ke BBM nonsubsidi di SPBU swasta akibat sistem bayar sesuai pesanan. Kode QR untuk membeli Pertalite di SPBU Pertamina.
Penyebab lainnya adalah adanya perubahan aturan mengenai impor dan rantai pasok BBM di SPBU swasta menyusul terbitnya Surat Edaran Kementerian ESDM Nomor T-19/MG.05/WM.M/2025. Isinya membatasi kenaikan impor BBM nonsubsidi maksimal 10% dari volume penjualan pada tahun 2024. Mekanisme perizinan impor BBM nonsubsidi juga diubah menjadi lebih pendek yakni menjadi enam bulan dengan evaluasi tiga bulan. Kebijakan tersebut ternyata tidak berlaku bagi Pertamina sehingga stok BBM Pertamina selalu tersedia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menawarkan SPBU swasta untuk membeli bahan baku bahan bakar (bahan bakar dasar) melalui Pertamina untuk mengisi kekosongan stoknya. Kolaborasi ini dilakukan secara B2B (bisnis-ke-bisnis) dengan memperhitungkan harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau harga minyak mentah Indonesia (ICP). Namun kerja sama beberapa SPBU swasta seperti Shell dan Vivo dengan Pertamina batal karena bahan bakar yang diimpor Pertamina mengandung etanol 3,5 persen. Shell mengatakan konten tersebut belum pernah dibahas sebelumnya pada tahap awal pembicaraan.
Sumber: hukumonline
Source link







