Menuduh seseorang melakukan kejahatan, terutama tanpa bukti yang kuat, jika tidak terbukti dengan jelas di pengadilan, dapatkah mereka pada akhirnya dituntut atas kejahatan tersebut? segera atau fitnah?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka perlu dipahami terlebih dahulu tentang kejahatan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 311 ayat (1). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jangka waktu yang lama yang diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Pidana penjara paling lama 1 tahun lebih lama dari yang diatur dalam Pasal 434 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru) yang menyatakan, “barang siapa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433 diberi kesempatan untuk membuktikan kebenaran tentang hal yang disangkakan kepadanya, tetapi tidak dapat membuktikannya, dan tuduhan itu bertentangan dengan apa yang diketahuinya, dipidana karena pencemaran nama baik, dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”
Pada hakikatnya, fitnah dapat diartikan sebagai tuduhan yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan dan ditujukan untuk menyerang kehormatan atau nama baik seseorang di muka umum. Pasal 310 ayat (1) KUHP memuat unsur lain berupa “…yang maksudnya jelas supaya diketahui umum, diancam karena pencemaran nama baik dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp4,5 juta”. Pengaturan ini sama dengan Pasal 433 ayat (1) KUHP yang baru, hanya saja berbeda pada besaran dendanya, yakni maksimal golongan II, yakni Rp10 juta.
Bentuk lain dari delik pencemaran nama baik yang disebutkan oleh Smith & Hogen sebagaimana dikutip dalam Naskah Akademik RUU KUHP, yaitu pencemaran nama baik pengadilan. Uraiannya dapat berupa segala perbuatan yang dilakukan atau tulisan yang diterbitkan yang dimaksudkan untuk menghina atau merendahkan martabat pengadilan. Begitu pula dengan segala perbuatan yang dilakukan atau tulisan yang diterbitkan yang dimaksudkan untuk menghalangi atau mengganggu proses peradilan yang sedang berlangsung atau proses peradilan yang sah.
Sumber: hukumonline
Source link